SATE SAPI SURUH
Semakin Dikenal Setelah Generasi Ketiga
MESKI namanya sate sapi Suruh, nama salah satu kecamatan di Kabupaten Semarang, tapi kuliner ini berada di Kota Salatiga.
Sate ini semakin dikenal saat dikelola generasi ketiga. Bahkan meski namanya sate sapi Suruh, tapi cikal bakalnya berasal dari Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang.
Ngatmiyati (46) pengelola sate sapi Suruh mengatakan, kuliner tersebut berawal dari usaha yang dilakukan Mintir, neneknya. Kali pertama, usaha itu dilakukan awal tahun 1940-an, dengan berjualan di pasar Kaliwungu. Setelah itu, Mintir diboyong oleh suaminya ke daerah Suruh.
Usahanya itu kemudian dilanjutkan oleh anak perempuannya, Mujiyo. Generasi kedua itu berjualan di dekat Terminal Suruh, sekitar tahun 1960-an.
Setelah itu, usaha dilanjutkan Ngatmiyati, dari tahun 1987 hingga sekarang. "Awalnya sate ini tanpa nama, dan jualannya di tenda," tutur Ngatmiyati, saat ditemui di tempat usahanya yang ada di Jalan Jenderal Sudirman.
Generasi ketiga inilah yang lalu berhasil mengembangkan usaha tersebut. Saat ini usahanya telah menempati kios permanen di kawasan yang ramai di Salatiga.
Berawal dari usaha yang dikerjakan sendiri oleh nenek dan ibunya, sekarang kuliner tersebut telah memiliki 10 karyawan. Meski sate masih menjadi menu utama, sejak tahun 200 juga ada menu tambahan bakso. "Hal itu untuk mereka yang tidak suka sate, sehingga ada alternatif lain, karena yang datang biasanya bersama anggota keluarga," jelas Ngatmiyati.
Dalam sehari, bisa 10 sampai 15 kg daging sapi pilihan habis diolahnya menjadi sate.
Dikemukakan, selain dirinya, saudara-saudaranya yang lain juga mengembangkan usaha yang sama. Yakni yang berada di Suruh, kompleks Makutarama Salatiga, Ungaran serta di Jalan Sriwijaya Semarang. "Kami berlima perempuan semua dan sama sama mengembangkan usaha yang sama," tandas wanita berjilbab yang suaminya seorang guru SD tersebut.
Yang membuat dia berkesan, kuliner miliknya pernah menjadi salah satu menu yang disantap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat orang nomor satu di Indonesia itu mampir beberapa menit di rumah dinas Wali Kota Salatiga.
"Wah bangga rasanya. Tapi sebelumnya sudah ada Pasukan Pengamanan Presiden (Pasprampes) yang memeriksanya," tegasnya. Dia juga menandaskan, meski telah menempuh perjalanan hingga generasi ketiga, tapi bumbu yang dipergunakan tetap berasal dari warisan neneknya, dengan sedikit modifikasi darinya.
( Basuni Hariwoto / CN13 )http://suaramerdeka.com
0 komentar:
Posting Komentar